KETIKA BULLYING BERUPA MITOS, DAN ORANG TUA KEHILANGAN KATA (Part 1)
Oleh: Elly Risman, Psi
Direktur, Psikolog, dan Trainer Yayasan Kita dan Buah Hati
Direktur, Psikolog, dan Trainer Yayasan Kita dan Buah Hati
Semoga Ayah Bunda sempat membaca tulisan saya yang lalu dan Anda punya waktu yang memadai untuk menyelam kedalam diri dan mengembara kemasa lalu untuk menemukan kira-kira anak kita termasuk Pelaku, Korban ataukah Penonton (P-K-P) dari tragedy Bullying yang terjadi di kehidupannya, di rumah, di lingkungan dekat, di sekolah atau ditempat lain.
Semoga juga Anda sempat ngobrol atau dialog dengan pasangan Anda dan juga anak-anak anda untuk menemukan apa kira-kira dari hal-hal yang saya kemukakan menjadi penyebabnya.
Mengapa kedua hal tersebut perlu? Menemukan anak kita P-K-P dan apa penyebabnya? Karena, entahlah karena malas berfikir atau kecenderungan dan kebiasaan menganggap enteng segala sesuatu dalam hidupnya, banyak sekali orang tua yang menganggap Bullying hanyalah MITOS!!
Mereka beranggapan bahwa Bullying adalah:
1. Bagian dari tumbuh kembang anak sebagai bagian dari prosesnya menjadi menjadi dewasa. (Apakah untuk tumbuh menjadi dewasa seorang anak harus dengan merasa tidak aman, terancam, ketakutan bahkan sampai pada keadaan yang mencekam dan tersiksa bahkan bertarung nyawa?? Bukankah mereka punya hak untuk tumbuh berkembang dengan rasa aman dan bahagia? Tidakkah Bullying merupakan penghalang menuju kedewasaannya?
2. Hal wajar, kenakalan biasa bukan agresi yang memakan korban, olok-olok belaka bukan penyiksaan. (Pada kenyataannya sebagai bangsa kita sudah banyak kehilangan anak kita sebagai korban Bullying sampai menghembuskan nyawa.Tak terbilang mereka yang masih menyimpan trauma dalam diamnya).
3. Anggapan bahwa anaknya hanya tak berani untuk BALAS KEMBALI, perlakuan yang diterimanya, sehingga mereka merasa cukup dengan memberi instruksi atau memompakan semangat keberanian pada anaknya untuk :
a. Balas kembali! Biar pelakunya pergi dan tidak ganggu lagi!
b. Cuekin pelakunya, nanti mereda, dan dia tidak ganggu lagi
c. Sudahlah, pelakunya kan sudah minta maaf
Setujukah Anda, masalahnya sesederhana itu?
a. Balas kembali! Biar pelakunya pergi dan tidak ganggu lagi!
b. Cuekin pelakunya, nanti mereda, dan dia tidak ganggu lagi
c. Sudahlah, pelakunya kan sudah minta maaf
Setujukah Anda, masalahnya sesederhana itu?
Di sisi lain, Mitos tentang Bullying juga menyelimuti para guru. Saya kutipkan disini hasil penelitian Sejiwa sebuah LSM yang bergerak dalam issue Bullying ini .
- 1 dari 5 guru menganggap bullying adalah hal biasa dalam kehidupan remaja dan tak perlu dipermasalahkan
- 1 dari 4 guru berpendapat bahwa ’sesekali penindasan’ tidak akan 1 berdampak buruk terhadap kondisi psikologis siswa!
- 9 dari 10 orang dewasa yang di wawancarai menganggap bullying hanyalah bagian dari cara anak-anak bermain.
- 1 dari 5 guru menganggap bullying adalah hal biasa dalam kehidupan remaja dan tak perlu dipermasalahkan
- 1 dari 4 guru berpendapat bahwa ’sesekali penindasan’ tidak akan 1 berdampak buruk terhadap kondisi psikologis siswa!
- 9 dari 10 orang dewasa yang di wawancarai menganggap bullying hanyalah bagian dari cara anak-anak bermain.
Bayangkan!!
Jadi tidakkah penting bagi Anda untuk memeriksa kembali dan menentukan sikap Anda dalam hal ini ?
Jadi tidakkah penting bagi Anda untuk memeriksa kembali dan menentukan sikap Anda dalam hal ini ?
APA YANG TERJADI PADA ANAK?
• Jika tidak ada sikap, penjelasan dan konsekuensi yang tegas dalam hal ini maka anak kita akan belajar bahwa : ”mereka yang memiliki kekuatan boleh untuk berperilaku agresif & berperilaku agresif dapat meningkatkan status atau kekuasaan seseorang.”
• Anak tidak hanya mengembangkan perilaku bullying, tetapi juga sikap dan kepercayaan yang lebih dalam lagi tentang kekerasan, yang sukar diduga apalagi diketahui oleh orang tua.
• Semua kita jadinya bisa mengerti bagaimana kenyataan di atas tersebut akan membuat anak : mempelajari perilaku bullying, menirunya, dan mempraktekkanny a pada teman-temannya!
BAGAIMANA UPAYA MENGENALI ANAK KITA : PELAKU, KORBAN, ATAUKAH PENONTON?
DAN APA EFEKNYA BAGI MEREKA?
DAN APA EFEKNYA BAGI MEREKA?
Menghadapi kenyataan yang ada sekarang ini mau tidak mau selaku orang tua, kita perlu bekal untuk mengecek apakah anak-anak kita kemungkinan Pelaku, Korban ataukah Penonton. Sedapat mungkin kita mengenalinya sejak dini, dan tidak membiarkan semuanya menjadi Kadung!
Untuk itu marilah kita uraikan satu persatu :
TENTANG PELAKU :
Kita perlu memperhatikan, mengamati dan merasakan dengan hati, apakah anak kita ini punya kecenderungan: mengendalikan, mendominasi, menaklukkan atau mengasari adiknya, saudaranya atau anak lain?
Kemudian dengan mengacu pada keterangan yang sudah saya uraikan di tulisan pertama tentang Bullying (http://bit.ly/ Bullying-PelakuK orbanPenonton), kita menyidik kedalam kita sendiri dengan jujur dan membahasnya dengan pasangan : Mengapa dia begitu, apa yang menyebabkannya?
Kehidupan di rumah, di sekolah, teman sebaya, pengaruh lingkungan tempat tinggal kita, budaya atau media yang kita fasilitasi dan digunakannya.
Kehidupan di rumah, di sekolah, teman sebaya, pengaruh lingkungan tempat tinggal kita, budaya atau media yang kita fasilitasi dan digunakannya.
Mempertimbangka n akibat jangka panjang dari hal ini, kita harus berani keluar dari mitos diatas dan mencoba menghindari atau mengatasinya dengan berbagai cara yang tentunya dimulai dengan bicara santai dengan anak yang diawali dengan ayahnya. Kita harus punya nyali untuk minta maaf bila ada dosa-dosa dan kekeliruan pengasuhan yang kita lakukan. Kemudian mengukuhkan Ibadah dan akhlaknya dengan banyak bercerita dan membahas tentang kisah-kisah para anbiya, para sahabat dan pejuang agama yang mulia akhlaknya. Kemudian mengarahkan perilakunya dengan lembut, tegas dan penuh kesabaran. Selaku orang tua kita harus yakin bahwa anak kita mewarisi semua sifat baik dari kedua garis keturunan Ayah dan Ibunya dan apa yang terjadi sekarang ini adalah ujian bagi kedua orang tuanya, untuk mengasah “berlian jiwa”nya, agar muncul sinar dan ‘kilat’nya. Semua upaya tak bisa tidak harus dibalut dengan DOA! Hanya saja yang perlu diingat, keberhasilan adalah produk dari kesungguh-sungg uhan dan pengorbanan yang tak mengenal lelah. Iklan salah satu produk kopi saja mengatakan : “Susunya tak bisa setengah-seteng ah!” apalagi upaya mengasuh anak agar tidak mejadi pelaku Bullying dalam hidupnya!
Perlunya mengenali sejak dini apakah anak kita kemunginan akan jadi Pelaku bukan saja untuk mencegahnya tapi mengetahui bahwa terlambat mengenali dan kemudian mengatasinya akan menimbulkan efek bagi pelaku menjadi : lebih agresif menyerang (meningkat intensitas dan kualitasnya) , merasa kuat ketika terlibat dengan targetnya, merasa puas dan senang. Sehingga semakin sulit bagi anak tersebut untuk mengembangkan interaksi yang sehat, tidak memiliki empati, menganggap dirinya kuat dan disukai, sikapnya haus pujaan dan punya reputasi, kesadaran diri yang buruk, memandang kekerasan sebagai hal yang normal.
Anda dapat gambaran kan ya apa jadinya anak yang punya kecenderungan jadi pelaku bullying dan tidak tertangani sejak kecilnya, bagaimana kalau mereka dewasa dan jadi pemimpin, tokoh politik apalagi pemimpin daerah bahkan pemimpin bangsa?
Comments
Post a Comment