Degradasi Moral, Berawal Darimana?
![]() |
sumber gambar: http://www.insightsonindia.com |
Belum lagi foto-foto pesta kelulusan yang super duper lebaaayy yang berseliweran di beranda. Atau ada juga foto salah satu murid saya dulu, yang sekarang masih duduk di bangku SMP, bersama (yang katanya pacarnya) mesraa abis..ih, kalah deh yang udah nikah.
Gemes, iya. Enek, iyaa bangeett.
Kalo ditilik2 lagi..siapa sih yang salah? Anaknya ndablek, media atau ada yang luput dari orang tua? Bisa jadi ketiganya atau salah satunya yang jadi pemicu.
Kalo dari kacamata saya, semua berawal dari rumah. (lagi-lagi) bukan bermaksud menyalahkan sepenuhnya ke orang tua.
Tapi, siapa yang paling awal yang didengar, dicontoh, dipatuhi oleh anak? Jawabannya orang tua.
Ga mesti galak, ga mesti ketat tapi orang tua harus tahu karakter anaknya dan bagaimana cara mentreatmentnya (red: memberikan perlakuan). Ga setiap anak harus diberi hukuman fisik ketika melakukan kesalahan, atau hukuman psikis (dengan mencaci, memaki, membandingkan, mendiamkan atau berteriak). Yang terpenting ajari anak tentang yang boleh dan tidak boleh dilakukan, tentang larangan dan peringatan plus akibatnya jika tetap dilakukan. Ajari pula tentang konsekuensi dari setiap perbuatan. Dan yang sering sekali luput, tentang dosa, tentang tanggung jawabnya pada Sang Pencipta.
Ah, ini terdengar klise, padahal ada media yang setiap saat membombardir dengan tayangan-tayangan alay (asli alay banget. Coba saja, anak sekolah, masih seragaman yang harusnya ngurusin PR dan menghafal pelajaran. Ini malah disibukkan dengan urusan tetek bengek, tentang urusan bapak ibunya, rebutan pacar, nongkrong-nongkrong sok jadi superhero kesiangan..alah!), tayangan infotainment yg memperlihatkan kisah Asmara remaja yang...ah sudahlah.
Kalau sudah begitu, bisakah terkikis didikan orang tua di rumah dengan tayangan-tayangan di media? Bisa, kalau orang tuanya cuek, ga memberikan batasan anak mana yang boleh dan tidak boleh ditonton, Atau jangan-jangan orang tuanya yang malah memperkenalkan tayangan-tayangan tersebut, dengan kata lain emaknya juga ikutan nonton.
Just share (again) dulu, kakek nenek saya banyak membatasi saya pun diri mereka dalam menonton acara televisi even itu kartun. Kartun yang bermuatan cinta-cintaan, pakaian yang mini-mini mana boleh ditonton (baca: ga boleh ditonton). Bahkan acara Warkop DKI, yang banyak difavoritkan orang, benar-benar diblacklist oleh mereka, dilarang nonton!!
Efeknya, saya agak kuper soal tayangan televisi dewasa, nontonnya cuma Si Komo, Ci Luk Ba, Satria Baja Hitam, Doraemon, dan itu nontonnya ditemenin sama kakek atau nenek, jadi kalo ada adegan yang tidak layak langsung diganti atau dimatiin.
"Sekarang zamannya udah beda mbak, ga kayak dulu"
Justru, zaman sekarang tayangan apa saja bisa diakses..tugas orang tualah yang menyortir jenis video yg mau diunduh dan diperlihatkan ke anak sejak dini.
Soal pengetahuan, acara zaman dulu itu lebih bermanfaat dibanding acara zaman sekarang (yang katanya teknologinya sudah canggih).
Kasihan, teknologinya canggih tapi isi otaknya (pengetahuan dan wawasannya) cuma segitu doang. Miris! Miris ketika anak-anak ga tau apa itu arti binatu, apa itu peribahasa.
Sekali lagi, anak itu bagaimana orang tuanya, ini bukan hoax, ini nyata di depan mata!
Coba selektif, coba aware, coba mendekat padaNya. Karena hanya Dia sebaik-baik Penolong dan Pelindung ketika anak jauh dari pandangan mata, ketika segala upaya pola asuh sudah dilakukan.
#CaringLovingAccompanyOurChildren
Comments
Post a Comment